Archive for 07/26/18
(Antara Asa Rasa, Masa Dan Kasta)
Goebahan : Ibnu Bakry
PART II
Sudah jatuh ketiban tangga mungkin itu pepatah yang tepat untuk menggambarkan suasana hati ku saat ini, sejak petang tadi aku mengurung diri larut dalam kepedihan yang kualamai setalah mendengar kabar sesorang yang sebelumnya mampu mengisi hari-hariku dan penyemangat kerjaku
Tepat pada waktu itu juga cuaca sejak sore hujan gerimis disertai gelegar halilintar bergemuruh membuatku semakin hanyut dalam kesedihan
Tak terasa bulir-bulir bening menetes dari mataku, sakit memang mendengar kabar pernikahan mu
masa – masa indah yang pernah kulewati bersamanya selalu terbayang dalam benakku, membuat dadaku semakin sesak, dalam lirihku mengeluh, tuhan kenapa kau hadirkan dia untuk meninggalkanku
Susah sekali rasanya memejamkan mata, wajahnya selalu menghantuiku untuk tetap terjaga dalam kesedihanku, ingin rasanya aku menangis sekencang-kencangnya melepaskan beban rasa ini. Namun hati kecilku berusaha menahanku, aku laki-laki tidak boleh cengeng
aku tidak bisa berbuat apa-apa lagi, berusaha ku tahan agar airmata ini tidak mengalir,namun pergelutan bathin mematahkan pertahananku membuatku tak berdaya sehingga air mata ini menetes.
Ku akui ini pertama kalinya aku menangis, kebahagiaan yang kau berikan tak ku sangka semu, kehadiranmu hanya fatamorgana dalam hidupku.
Sesakit inikah mencintaimu, kau buat aku melayang-layang tinggi hingga aku lupa bahwa kau tak mampu menangkapku kembali.
Ini bukanlah pertama kalinya aku menjalani sebuah hubungan, tapi tidak pernah sedalam ini sehingga sakit yang kuderita karena kepergianmu membuatku menderita.
Kurebahkan badanku berusaha melupakan semua tentangmu, akan tetapi bayang-bayangmu tak jua sirna dalam fikiranku.
Ku coba bangkit kembali dari keterpurukan ini, hati dan fikiranku ku terus berontak meronta-ronta menahan perihnya luka yang kau beri.
Sulit sekali rasanya mengembalikan keadaan seperti semula, sehingga aku tak mampu menikmati setiap pergerakan yang kulakukan, ruang geraku terasa sempit oleh rasa sakit ini.
Tak terasa jam sudah menunjukkan pukul 03.00 pagi namun rasa kantuk ini belum juga menghampiri. Karena Jiwaku masih diselimuti lara.
Kubangkit kembali dari tempat tidurku menuju meja kamar dekat jendela, ku hidupkan sebatang rokok mencoba meringankan dukaku, kuhisap dalam-dalam setiap asap yang kuhirup, dan ku coba hembuskan keluar berserta kepedihan ini.