Showing posts with label motivasi. Show all posts
(Antara Asa Rasa, Masa Dan Kasta)
Goebahan : Ibnu Bakry
PART II
Sudah jatuh ketiban tangga mungkin itu pepatah yang tepat untuk menggambarkan suasana hati ku saat ini, sejak petang tadi aku mengurung diri larut dalam kepedihan yang kualamai setalah mendengar kabar sesorang yang sebelumnya mampu mengisi hari-hariku dan penyemangat kerjaku
Tepat pada waktu itu juga cuaca sejak sore hujan gerimis disertai gelegar halilintar bergemuruh membuatku semakin hanyut dalam kesedihan
Tak terasa bulir-bulir bening menetes dari mataku, sakit memang mendengar kabar pernikahan mu
masa – masa indah yang pernah kulewati bersamanya selalu terbayang dalam benakku, membuat dadaku semakin sesak, dalam lirihku mengeluh, tuhan kenapa kau hadirkan dia untuk meninggalkanku
Susah sekali rasanya memejamkan mata, wajahnya selalu menghantuiku untuk tetap terjaga dalam kesedihanku, ingin rasanya aku menangis sekencang-kencangnya melepaskan beban rasa ini. Namun hati kecilku berusaha menahanku, aku laki-laki tidak boleh cengeng
aku tidak bisa berbuat apa-apa lagi, berusaha ku tahan agar airmata ini tidak mengalir,namun pergelutan bathin mematahkan pertahananku membuatku tak berdaya sehingga air mata ini menetes.
Ku akui ini pertama kalinya aku menangis, kebahagiaan yang kau berikan tak ku sangka semu, kehadiranmu hanya fatamorgana dalam hidupku.
Sesakit inikah mencintaimu, kau buat aku melayang-layang tinggi hingga aku lupa bahwa kau tak mampu menangkapku kembali.
Ini bukanlah pertama kalinya aku menjalani sebuah hubungan, tapi tidak pernah sedalam ini sehingga sakit yang kuderita karena kepergianmu membuatku menderita.
Kurebahkan badanku berusaha melupakan semua tentangmu, akan tetapi bayang-bayangmu tak jua sirna dalam fikiranku.
Ku coba bangkit kembali dari keterpurukan ini, hati dan fikiranku ku terus berontak meronta-ronta menahan perihnya luka yang kau beri.
Sulit sekali rasanya mengembalikan keadaan seperti semula, sehingga aku tak mampu menikmati setiap pergerakan yang kulakukan, ruang geraku terasa sempit oleh rasa sakit ini.
Tak terasa jam sudah menunjukkan pukul 03.00 pagi namun rasa kantuk ini belum juga menghampiri. Karena Jiwaku masih diselimuti lara.
Kubangkit kembali dari tempat tidurku menuju meja kamar dekat jendela, ku hidupkan sebatang rokok mencoba meringankan dukaku, kuhisap dalam-dalam setiap asap yang kuhirup, dan ku coba hembuskan keluar berserta kepedihan ini.
Terkadang
pasti kita akan merasa takut untuk menghadapi suatu hal yang kita anggap itu
adalah sesuatu yang menakutkan dan membuat kita tidak berani untuk mencoba atau
melakukannya. Bahkan saya sendiri pun sering mengalami rasa takut untuk
menghadapi hal2 baru yang di luar kebiasaan saya. Mungkin saja kita merasa
takut ketinggian, takut berenang, takut tampil di depan umum, takut presentasi,
dll. Nah di sini saya akan memberikan beberapa tips untuk mengatasi rasa takut
tersebut.
1.
Mengenal/mengidentifikasi apa persisnya yang membuat kita merasa takut
Jadi
kita harus benar2 paham apa sih yang membuat kita itu menjadi takut untuk
melakukan sesuatu. Dengan mengetahui hal yang membuat kita takut itu
paling tidak kita bisa membuat persiapan untuk mengatasi rasa takut
tersebut,
contohnya
saat kita takut berenang, kita harus memahami hal yang sebenarnya membuat kita
takut dari berenang itu apa sih?? misalnya saja kita takut untuk tenggelam,
dengan begitu kita bisa melakukan persiapan agar tidak tenggelam mungkin dengan
cara meminta pertolongan orang lain untuk membantu anda berenang, gampang
bukan??
Ibuku Idolaku |
Saya sudah bisa membaca dan menulis
saat masih balita, karena ibu mengajarkan dengan penuh cinta Kami pernah hidup
dengan sangat sulit di tepi sebuah rel kereta api. Tetapi apa yang ibu lakukan
luar biasa. Saya sudah bisa membaca dan menulis saat balita, karena ibu mengajar
dengan sabar.
Suatu hari saat berusia lima tahun, saya membuka koran bekas bungkus bawang dan cabai yang dibawa ibu pulang dari pasar. Saya baca semua dalam waktu singkat. Ibu terperangah, menatap saya dengan mata kaca.
Sejak itu, meski tak punya uang, ibu selalu membawakan saya sebuah buku cerita, sepulang dari pasar. Ibu hampir tak pernah beli baju, perhiasan atau barang-barang yang biasa dibeli oleh ibu teman-teman saya. Tapi wanita tercinta itu tak pernah berhenti mengepung saya dengan buku. Bahkan ibu membuat perpustakaan kecil di kamar saya.
Hari-hari itu seolah baru terjadi kemarin. Sapa lembut ibu, buku-buku baru dan bekas yang disampul rapi, rak-rak buku untuk perpustakaan mini kami, cerita-cerita ibu tentang buku-buku bagus yang dulu pernah dibacanya. Ide ibu untuk menyewakan buku di perpustakaan kami agar hasilnya bisa dibelikan buku baru. Menulis catatan harian bersama, membantu membuat majalah sendiri. Senyum, tawa dan semangat ibu membaca puisi dan cerita pendek yang saya tulis di bangku sekolah dasar, ajakannya ke perpustakaan. Jalan-jalan ke toko buku meski berjam-jam di sana kami hanya mampu membeli satu buku tipis….
Ah, ibu. Tahun demi tahun berlalu. Siapa kira, satu demi satu buku saya terbit. Buku-buku yang selalu ibu dekap dengan wajah haru dan ibu simpan di tempat yang bagus dan wangi. Ibunda tercinta, kau telah menciptakan seorang pengarang dari sebuah rumah kayu kecil, di pinggir rel kereta api. Tapi tahukah ibu, jutaan buku yang bisa saya tulis sekalipun tak akan pernah mampu menampung semua cinta dan terimakasih saya padamu, idola abadiku….
(HTR, catatan kecil tentang mama, Pemenang I Sayembara Ibuku Idolaku, Benadryl, 2002)
Suatu hari saat berusia lima tahun, saya membuka koran bekas bungkus bawang dan cabai yang dibawa ibu pulang dari pasar. Saya baca semua dalam waktu singkat. Ibu terperangah, menatap saya dengan mata kaca.
Sejak itu, meski tak punya uang, ibu selalu membawakan saya sebuah buku cerita, sepulang dari pasar. Ibu hampir tak pernah beli baju, perhiasan atau barang-barang yang biasa dibeli oleh ibu teman-teman saya. Tapi wanita tercinta itu tak pernah berhenti mengepung saya dengan buku. Bahkan ibu membuat perpustakaan kecil di kamar saya.
Hari-hari itu seolah baru terjadi kemarin. Sapa lembut ibu, buku-buku baru dan bekas yang disampul rapi, rak-rak buku untuk perpustakaan mini kami, cerita-cerita ibu tentang buku-buku bagus yang dulu pernah dibacanya. Ide ibu untuk menyewakan buku di perpustakaan kami agar hasilnya bisa dibelikan buku baru. Menulis catatan harian bersama, membantu membuat majalah sendiri. Senyum, tawa dan semangat ibu membaca puisi dan cerita pendek yang saya tulis di bangku sekolah dasar, ajakannya ke perpustakaan. Jalan-jalan ke toko buku meski berjam-jam di sana kami hanya mampu membeli satu buku tipis….
Ah, ibu. Tahun demi tahun berlalu. Siapa kira, satu demi satu buku saya terbit. Buku-buku yang selalu ibu dekap dengan wajah haru dan ibu simpan di tempat yang bagus dan wangi. Ibunda tercinta, kau telah menciptakan seorang pengarang dari sebuah rumah kayu kecil, di pinggir rel kereta api. Tapi tahukah ibu, jutaan buku yang bisa saya tulis sekalipun tak akan pernah mampu menampung semua cinta dan terimakasih saya padamu, idola abadiku….
(HTR, catatan kecil tentang mama, Pemenang I Sayembara Ibuku Idolaku, Benadryl, 2002)