1.
Pengertian Manajemen Pengetahuan
Pengetahuan (knowledge) adalah kebiasaan, keahlian/kepakaran, keterampilan,
pemahaman, atau pengertian yang diperoleh dari pengalaman, latihan atau melalui
proses belajar. Istilah ini sering kali rancu dengan Ilmu Pengetahuan
(science). Ilmu Pengetahuan adalah ilmu yang teratur (sistematik) yang dapat
diuji atau dibuktikan kebenarannya; sedangkan pengetahuan belum tentu dapat
diterapkan, karena pengetahuan sebuah organisasi sangat terkait dengan nilai,
budaya, dan kondisi dari organisasi tersebut.
Manajemen Pengetahuan, menurut Davenport merupakan perpaduan yang cair dari
pengalaman, nilai, informasi kontekstual, dan kepakaran yang memberikan
kerangka berfikir untuk menilai dan memadukan pengalaman dan informasi baru.
Ini berarti bahwa pengetahuan berbeda dari informasi, informasi jadi
pengetahuan bila terjadi proses-proses seperti pembandingan, konsekwensi,
penghubungan, dan perbincangan.
Pengetahuan telah menjadi aset bisnis utama didorong oleh
perubahan-perubahan dalam bidang teknologi dan dalam bisnis global. Perubahan
ini telah menjadikan orientasi manajemen SDM yang menitik beratkan pada
tangible asset bergeser pada perhatian yang lebih menitik beratkan pada
intangible asset. Hal ini juga berarti bahwa comparative advantage yang
berbasis Sumberdaya Alam dalam bisnis bergeser pada competitive advantage yang
berbasis kualitas SDM, dan dalam konteks inilah pengetahuan menjadi aset yang
sangat penting dalam pengelolaan manajemen SDM. untuk lebih jelas makalahnya
silakan anda baca di bawah ini.
Pentingnya Learning Organization telah lama menjadi konsern para akhli
organisasi, terutama semenjak terbitnya buku karya Peter Senge “The Fifth
Discipline” pada tahun 1990, disamping itu organisasi-organisasi baik
organisasi bisnis maupun non bisnis juga telah mencoba mengembangkan konsep
tersebut dalam upaya menjadikan organisasi mereka kompetitif, dan dalam konteks
itulah manajemen pengetahuan menjadi amat penting, karena dengan pengelolaan
yang tepat dapat menjadi suatu kekuatan kompetitif yang tangguh yang diperlukan
sekali dalam perkembangan global dewasa ini. Berikut ini akan dikemukakan makna
manajemen pengetahuan dengan menggunakan rujukan utama buku yang ditulis oleh
Christina Evans berjudul Managing for Knowledge, HR’s Strategic Role.
Alvin Toffler membagi sejarah peradaban manusia dalam tiga gelombang yaitu
era pertanian, era industri dan era informasi. Dalam era pertanian faktor yang
menonjol adalah Muscle (otot) karena pada saat itu produktivitas ditentukan
oleh otot. Dalam era industri, faktor yang menonjol adalah Machine (mesin), dan
pada era informasi faktor yang menonjol adalah Mind (pikiran, pengetahuan).
Pengetahuan sebagai modal mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam menentukan
kemajuan suatu organisasi. Dalam lingkungan yang sangat cepat berubah,
pengetahuan akan mengalami keusangan oleh sebab itu perlu terus menerus
diperbarui melalui proses belajar.
Pengetahuan, menurut Davenport merupakan perpaduan yang cair dari
pengalaman, nilai, informasi kontekstual, dan kepakaran yang memberikan
kerangka berfikir untuk menilai dan memadukan pengalaman dan informasi baru.
Ini berarti bahwa pengetahuan berbeda dari informasi, informasi jadi
pengetahuan bila terjadi proses-proses seperti pembandingan, konsekwensi,
penghubungan, dan perbincangan. Pengetahuan dapat dibagi ke dalam empat jenis
yaitu
1.
Pengetahuan tentang sesuatu;
2.
Pengetahuan tentang mengerjakan
sesuatu,;
3.
Pengetahuan menjadi diri sendiri;
dan
4.
Pengetahuan tentang cara bekerja
dengan orang lain.
Sedang tingkatan pengetahuan dapat dibagi tiga yaitu :
1.
Mengetahui bagaimana
melaksanakan;
2.
Mengetahuai bagaimana memperbaiki; dan
3.
Mengetahui bagaimana
mengintegrasikan.
Meskipun
diakui bahwa teknologi berperan penting dalam mengelola pengetahuan, namun hal
itu bukanlah suatu solusi total. Menurut Rob Van der Spek dan Jan Kingma (1999)
strategi organisasi dalam mengelola pengetahuan hendaknya
mencakup/memperhatikan dua bidang yaitu :
Eksploitasi dan aplikasi pengetahuan yang ada,
Menciptakan pengetahuan baru, termasuk membangun kapabilitas menciptakan
pengetahuan baru yang lebih cepat dibanding masa lalu. Oleh karena itu
penggunaan teknologi bukanlah segalanya, penggunaan teknologi perlu dilakukan
secara hati-hati dan bijaksana.
Dalam konteks tersebut penggunaan
teknologi harus diarahkan pada upaya untuk menghubungkan orang-orang dalam
organisasi agar kinerja organisasi makin efektif, untuk itu pilihan teknologi
harus mengacu pada kepentingan tersebut.
Dengan demikian dapatlah difahami
bahwa upaya membangun pendidikan pada setiap negara menjadi perhatian penting
dengan kapabilitasnya masing-masing, yang jelas pendidikan diyakini sebagai
upaya yang strategis dalam menghadapi ketatnya persaingan di era global. Pada
dasarnya Pendidikan merupakan investasi dalam modal manusia (human Capital),
dan modal manusia bisa dibentuk dan ditingkatkan kualitasnya melalui
pendidikan, tanpa pendidikan adalah tidak mungkin modal manusia dapat
berkembang.
Menurut Jac Fitz-enz (2000: xiii) dalam dunia bisnis Human capital
merupakan kombinasi faktor-faktor berikut :
1.
The traits one brings to the job
: intelligence, energy, a generally positive attitude, reliability, commitment.
2.
One’s ability to learn :
aptitude, imagination, creativity, and what is often called “street smart”,
savvy (or how to get things done)
3.
One’s motivation toshare
information and knowledge team spirit and goal orientation
Kutipan di atas menunjukan bahwa
human capital merupakan kombinasi faktor-faktor yang sangat diperlukan dalam
kehidupan social ekonomi masyarakat, sehingga apabila seseorang mempunyai
faktor-faktor tersebut maka peranannya akan terus meningkat, dan inipun akan
punya dampak ekonomi baik bagi individu maupun masyarakat, apalagi dalam
konteks ekonomi yang berbasis pengetahuan.
Sementara itu menurut Mark L. Leengnick Hall (2003:45-46) yang mengutip
beberapa pengertian, human capital diartikan sebagai berikut :
1.
Human capital is “the knowledge,
skills, and capabilities of individual that have economic value to an
organization (Bohlander, Snell, & Sherman, 2001)
2.
Human capital is “the collective
value of an organization’s know-how. Human capital refers to the value, usually
not reflected in accounting system, which results from the investment an
organization must make to recreate the knowledge in its employees (Cortada
& Woods, 1999)
3.
Human capital is ”all individual
capabilities, the knowledge, skills, and experience of the company’s employees
and managers” (Edvinsson & Malone, 1997)
Dari tiga pengertian di atas nampak
sekali adanya kesamaan esensi yang menunjukan bahwa modal manusia itu merupakan
sesuatu yang melekat dalam diri individu, dan hal inipun tidak berbeda dengan
pengertian yang dikemukakan oleh Jac Fitz-entz. Disamping itu hal yang cukup
menonjol dari definisi di atas adalah dimensi ekonomi yang menjadi acuan
kebermanfaatannya.
Dengan memahami dua konsep tersebut
yaitu pendidikan dan human capital dapatlah difahami bahwa kemampuan-kemampuan
yang ada pada manusia (human capital) pada dasarnya adalah merupakan hasil dari
suatu proses pendidikan, pendidikan merupakan upaya untuk membentuk human
capital yang berkualitas, dengan human capital yang berkualitas maka kehidupan
ekonomi akan makin meningkat yang berarti ekonomi akan tumbuh dan berkembang
sehingga pembangunan ekonomi dapat semakin cepat dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
2.
Mengelola Manajemen Pengetahuan
Kehidupan
di jaman informasi dimana pengetahuan dipandang sebagai aset bisnis strategis
memerlukan upaya pengelolaan pengetahuan agar dapat mendorong bagi perkembangan
bisnis. Aset pengetahuan mencakup :
1.
Aset structural
2.
Merek
3.
Hubungan dengan pelanggan
4.
Hak paten
5.
Produk
6.
Proses operasi
7.
Aset manusia yang mencakup
8.
Pengalaman pegawai
9.
Keterampilan pegawai
10. Hubungan personal
Pengetahuan
telah menjadi aset bisnis utama didorong oleh perubahan-perubahan dalam bidang
teknologi dan dalam bisnis global. Perubahan ini telah menjadikan orientasi
manajemen SDM yang menitik beratkan pada tangible asset bergeser pada perhatian
yang lebih menitik beratkan pada intangible asset. Hal ini juga berarti bahwa
comparative advantage yang berbasis Sumberdaya Alam dalam bisnis bergeser pada
competitive advantage yang berbasis kualitas SDM, dan dalam konteks inilah
pengetahuan menjadi aset yang sangat penting dalam pengelolaan/manajemen SDM.
Dengan pemahaman pengetahuan seperti
itu, maka manajemen pengetahuan dapat didefinisikan sebagai berikut : “proses
menterjemahkan pelajaran yang dipelajari, yang ada dalam diri/pikiran seseorang
menjadi informasi yang dapat digunakan setiap orang”. Dalam konteks ini
profesional SDM memandang manajemen pengetahuan sebagai menjamin penngetahuan
yang diperoleh dikembangkan bersama dengan orang lain dalam organisasi. Dengan
demikian, pengetahuan yang dimiliki organisasi secara penuh tersedia melalui
penyediaan lingkungan yang tepat, budaya, struktur dan proses guna memotivasi
dan mendorong sharing pengetahuan pada setiap tingkat dalam organisasi. Jadi
thema utama dari manajemden pengetahuan adalah sebagai berikut :
1.
Pembelajaran
2.
Pengembangan/sharing
3.
Penempatan orang di tempat yang
tepat dan waktu yang tepat
4.
Pembuatan keputusan yang efektif
5.
Kreativitas
6.
Membuat pekerjaan jadi lebih
mudah
7.
Mendorong tumbuhnya bisnis baru
dan nilai bisnis
Adapun
tahapan perkembangan manajemen pengetahuan dalam organisasi adalah sebagai
berikut :
1.
Knowledge-chaotic (tak sadar
konsep, tak ada proses informasi, dan tak ada sharing informasi)
2.
Knowledge-aware (sadar akan kebutuhan
manajemen pengetahuan, adabeberapa proses manajemen pengetahuan, ada teknologi,
ada isu tentang sharing informasi)
3.
Knowledge-enabled (memanfaatkan
manajemen pengetahuan, mengadopsi standar, isu-isu berkaitan dengan budaya dan
teknologi)
4.
Knowledge-managed (kerangka kerja
yang terintegrasi, merealisasikan manfaat, isu-isu pada tahap sebelumnya
teratasi)
5.
Knowledge-centric (manajemen
pengetahuan merupakan bagian dari misi, nilai pengetahuan diakui dalam
kapitalisasi pasar, manajemen pengetahuan terintegrasi dalam budaya)
Bagi organisasi yang ingin
menerapkan manajemen pengetahuan dalam organisasinya perlu menyadari pertama,
bahwa pengetahuan ada pada orang dan bukan pada sistem, meskipun sistem punya
data dan informasi yang dapat membantu proses pengetahuan. Kedua, penciptaan
pengetahuan merupakan proses sosial, tercipta melalui interaksi antara
individu-individu dalam kehidupan sehari-hari mereka.
Perubahan Peran SDM dari Operasional ke Strategik
Untuk menjadikan manajemen pengetahuan menjadi bagian dari organisasi,
diperlukan pergeseran peran dari manajemen dengan orientasi SDM yang
operasional/tradisional menjadi orientasi SDM yang strategis. Adapun perbedaan
antara yang tradisional (manajemen personalia) dengan Manajemen SDM adalah
sebagai berikut :
1.
Karakteristik perang manajemen
personel/tradisional
2.
Reaktif
3.
Advokasi pegawai
4.
Unit kerja/task force
5.
Fokus pada isu operasional
6.
Isu kualitatif
7.
Stabilitas
8.
Solusi taktis
9.
Integritas fungsi
10. Orang sebagai beban/biaya
Karakteristik perang manajemen Sumberdaya Manusia (SDM):
1.
Proaktif
2.
Parner bisnis
3.
Fokus pada tugas dan pemberdayaan
4.
Fokus pada isu strategis
5.
Isu kuantitatif
6.
Perubahan konstan
7.
Solusi startegis
8.
Multi fungsi
9.
Orang sebagai aset
Dalam
mengimplementasi Manajemen pengetahuan, diperlukan SDM yang tidak hanya
kompeten, tapi juga dapat menunjukan/mendemonstrasikan sikap sebaga i:
1.
Mentransformasikan pengetahuan ke
dalam tindaka
2.
Membuat pilihan berdasar
informasi tentang bagaimana berinvestasi dalam praktek SDM untuk menjamin hasil
bisnis
3.
Berhubungan dengan rekan profesi
SDM dan manajer garis dengan penuh keyakinan bahwa dia punya sesuatu yang
bernilai untuk ditawarkan
4.
Menunjukan keyakinan, kepastian,
pengambilan resiko, dan berorientasi tindakan
3.
Membangun Budaya yang Berpusat
pada Pengetahuan
Organisasi perlu terus mengembangkan
manajemen pengetahuan sampai dapat mencapai tahapan terakhir yaitu
knowledge-centric organization. Dalam kondisi ini organisasi mampu menciptakan
pengetahuan (knowledge-creating organization) yang mempunyai prinsip-prinsip
(Charles Leadbeater) sebagai berikut :
1.
Cellular - punya struktur
organisasi yang adaptif tidak kaku
2.
Self-managing - individu dan tim
mengelola diri untuk membukan inovasi dan kreativitas.
3.
Entrepreneurial - kewirausahaan
yang mendorong pada kemampuan individu dalam memanfaatkan peluang bagi
pertumbuhan dan perubahan
4.
Equitable membership and reward -
mengembangkan sistem reward yang adil yang dapat menumbuhkan rasa keanggotaan
5.
Deep knowledge reservoirs - punya
kapabilitas dengan fokus pada keakhlian spesialist ketimbang generalis
6.
The holostic company -
memanfaatkan aset pengetahuan yang berada di luar struktur organisasinya
7.
Collaborative leadership -
berorientasi pada kerjasama untuk mengarahkan, menginformasikan nilai dan
mendorong memberdayakan yang lain dalam mengelola bisnis
Uraian di atas pada dasarnya
menggambarkan tentang komponen-komponen kunci dari budaya yang berpusat pada
pengetahuan, dimana di dalamnya mesti ada nilai-nilai yang jelas, prilaku
pengetahuan, tempat kerja yang menumbuhkan energi, mendorong kreativitas untuk
terus berkembang, serta mendukung kerjasama dan mengakui dan menghargai
perbedaan. Dan semua ini bisa nyambung dalam kepemimpinan fasilitatif
(fasilitative leadership) yang mampu mendorong, memampukan, dan mendukung
penciptaan dan sharing pengetahuan dalam organisasi.
Sampai dengan tahun 1980-an,
organisasi dikelola dengan menggunakan prinsip manajemen ilmiah dari Taylor,
dimana struktur organisasi bersifat kaku dan sangat mempertahankan jalur
komando, manajer bekerja untuk mengontrol bawahan agar bekerja dengan benar dan
tepat waktu sesuai yang direncanakan, pimpinan puncak sangat berkuasa dan
pemisahan antara atasan dan bawahan sangat tegas. Kondisi ini jelas tidak dapat
dipertahankan dalam organisasi dewasa ini yang menuntut fleksibilitas dan
kemampuan merespon perubahan dengan cepat. Untuk itu diperlukan perubahan dalam
mengelola organisasi agar manajemen pengetahuan dapat berjalan dengan efektif.
Dalam organisasi yang berbasis
pengetahuan, fleksibilitas merupakan hal yang penting, untuk dapat merespon
dengan cepat perubahan yang terus menerus terjadi, oleh karena itu organisasi
perlu memberi otonomi agar dapat mendorong lahirnya inovasi. Organisasi yang
demikian menurut Bhrami (1996) memerlukan karakteristik sebagai berikut :
1.
Multiple centers (banyak pusat)
2.
Diverse structure (struktur yang
beragam)
3.
Multiple alliance (aliansi jamak
4.
Cosmopolitant mindsets (pola fikir
kosmopolitan)
5.
Emphasis on flexibility (menekankan
fleksibilitas)
Pada
saat pengetahuan menjadi asit binis utama, maka diperlukan adanya pegawai yang
khusus menangani masalah ini, Chief Knowledge Officers (CKO) yang bertugas
mengembangkan hubungan dengan infrastruktur, proses, dan budaya dari managemen
pengetahuan dalam organisasi, dengan rincian tanggungjawab sebagai berikut :
a.
Mengidentifikasi dan
memprioritaskan perubahan yang perlu dibuat untuk mendorong/meningkatkan
informasi dan pengetahuan organisasi
b.
Melaksanakan proses,
infrastruktur dan prosedur organisasi guna memampukan terbangunnya dan
digunakannya secara efektif basis pengetahuan perusahaan.
c.
Mendorong/memberdayakan seluruh
staf berpartisipasi dalam membangun, menggunakan dan melindungi basis
pengetahuan organisasi
d.
Mengidentifikasi dan
mengintegrasikan pelayanan lain yang mendukung bagi sistem managemen
pengetahuan organisasi.
Karena dalam manajemen pengetahuan
sangat diperlukan kecepatan dalammengakses informasi, maka diperlukan juga
pegawai yang khusus menangani masalah informasi ini.
Dalam organisasi yang berpusat pada
pengetahuan, setiap individu dalam organisasi perlu terus belajar dan sharing
pengetahuan tersebut dengan individu lain dalam organisasi, karena semua
lapisan dalam organisasi mempunyai peran penting dalam mengembangkan basis
pengetahuan organisasi. Hal itu perlu disadari mengingat banyak pemimpin bisnis
yang percaya bahwa dalam era persaingan ekonomi global, mereka perlu punya
kemampuan mengkapitalisasi atas dasar skala ekonomi, sumberdaya dan bakat yang
tersedia dalam perusahaan sekaligus mengembangkan organisasi yangbersifat
fleksibel dan otonom. Satu hal yang penting dalam upaya tersebut adalah
menjamin bahwa setiap orang dalam organisasi memainkan perannya dalam
mengembangkan, sharing, dan menggunakan pengetahuan.
Peran SDM dalam membangun budaya yang berpusat pada pengetahuan
Sumberdaya manusia memegang peranan
penting dalam membangun budaya yeng berpusat pada pengetahuan
(knowledge-centric culture), dalam hubungan ini yang pelu diperankan oleh SDM
untuk menambah nilai adalah sebagai berikut (Linda Holbeche) :
1.
Fokus pada pembentukan struktur
yang tepat
2.
Mengembangkan kepemimpinan
fasilitatif
3.
Membangun infrastruktut teknologi
informasi
4.
Membina hubungan dengan pemasok.
Bidang lain yang dapat memberi
pengaruh besar adalah memampukan budaya pengetahuan, serta dapat menjadi
katalis perubahan budaya, disamping itu SDM hendaknya membenatu membangun
infrastruktur yang dapat diterapkan dan memerlukan ketrampilan, ini dapat dilakukan
dalam konteks perlu adanya struktur dan desain organisasi, karir dan struktur
karir, manajemen kinerja, mengembangkan fokus belajar bagi organisasi, dan
perencanaan suksesi.
Dengan
demikian SDM mempunyai peran penting dalam mendorong perkembangan organisasi
menuju organisasi yang berpusat pada pengetahuan, melalui pembentukan budaya
organisasi yang mendukung pembangunan dan sharing pengetahuan. Secara spesifik
SDM dapat menambah nilai dengan mengambangkan program kesadaran akan
pengetahuan, baik sebagai aktivitas terpisah atau dengan mengintegrasikannya
dengan program pengembangan organisasi yang ada, dalam hubungan ini perlu
dikomunikasikan tentang bagaimana organisasi membangun kapabilitas manajemen
pengetahuannya, menjamin kepemimpinan yang tepat dan menerima dukungan
pengembangan, dan juga hal-hal yang berkaitan dengan dukungan untuk membangun
budaya yang mendorong pembelajaran terus menerus.
Meninjau kembali belajar dalam Ekonomi pengetahuan
Dalam
era ekonomi global dewasa ini tak ada satupun kepastian, karena kepastian itu
adalah perubahan, tanpa kemampuan untuk belajar terus menerus, maka SDM akan
selalu ketinggalan, dalam kondisi yang demikian, program pelatihan pegawai
menurut Reg Revans (1998) tidak dapat mengembangkan pegawai dalam lingkungan
yang berubah sangat cepat, oleh karena itu diperlukan juga program pengembangan
bukan hanya pelatihan, pengembangan berbeda dengan pelatihan, pengembangan
mencakup :
1.
Motivasi diri dan pemikiran orang
tentang dirinya
2.
Pendekatannya lebih holistik,
dengan memperhatikan seluruh/segala situasi
3.
Melihat kebutuhan jangka panjang
4.
Tak ada jawaban benar ataupun
salah.
Sementara pelatihan mencakup :
1.
Lebih spesifik dan berhubungan
dengan kebutuhan belajar sekarang
2.
Menghasilkan perluasan akan
kemampuan yang ada
3.
Dilakukan untuk anda dan kepada
anda (kurang terarah pada yang dilatih)
Oleh
karena itu dalam pengembangan SDM diperlukan pendekatan yang integral yang
berfokus pada praktek serta mencari pengungkit untuk mendukung belajar. Dalam
hal ini diperlukan pembelajaran dalam praktek kehidupan sehari-hari, dan untuk
mendorong pembelajaran tersebut ada beberapa pendekatan yang bisa dilakukan
yaitu :
1.
Pertemuan tim
2.
Pertemuan dan perbincangan
informa
3.
Kerja tim lintas sektoral
4.
Melalui siklus manajemen proyek
5.
Komunitas pelaksana
6.
Mengikuti kegiatan di ruang fisik
yang didalamnya terjadi belajar
7.
Memfasilitasi belajar melalui
pemikiran informal dan ruang pembelajara
8.
Membangun lingkungan belajar
untuk memfasilitasi eksperimen dan bermain
9.
Membangun budaya mentoring
Untuk mendapat kesuksesan dalam
bisnis perusahaan menyadari akan perlunya organisasi yang responsif dan
fleksibel namun tetap dapat berkelanjutan, dan hal ini jelas memerlukan
perubahan budaya. Dalam hal ini ada lima hal penting yang strategis untuk
perubahan yaitu :
1.
Modal pemikiran - kemampuan
menerapkan ide secara bebas dalam perusahaan
2.
Mindset - kemampuan menangani hal
rumit, dan dapat bertindak dalam ketidakpastian
3.
Diversity - pendekatan dilakukan
dengan bervariasi dengan perspektif yang bervariasi pula
4.
Budaya mentoring - kualitas
kemembantuan dalam hubungan antar orang dalam perusahaan
5.
Akuntabilitas bersama - punya
penekanan yang tepat pada pengawasan seraya memberi kebebasan orang
bereksperimen dalam mengembangkan dengan berkonsultasi pada fihak lain
Dalam
hal belajar, perusahaan, organisasi perlu juga belajar dari fihak/organisasi/perusahaan
lain misalnya melalui benchmarking, atau belajar langsung dari spesialis
organisasi lain.
Semua itu pada dasarnya merupakan
upaya untuk menjadikan organisasi dapat belajar untuk kepentingan pengembangan
organisasi usahanya, memang upaya pencarian dalam menciptakan ruang belajar
baru makin meningkat, demikian juga upaya memaksimumkan kesempatan belajar
dalam praktek kehidupan sehari-hari. Semua itu merupakan langkah penting dalam
mengembangkan manajemen pengetahuan dalam manajemen SDM, dan hal tersebut akan
membantu membangun dan mengembangkannya melalui kesiapan untuk terjadinya
perubahan budaya, yakni budaya yang berpusat pada pengetahuan.
F. Memahami motivasi belajar diantara pekerja pengetahuan
Penjelasan
sebelumnya lebih menekankan pada aspek organisasi dari belajar, belajar juga
mempunyai dimensi personal yang berkaitan dengan motivasi. Terdapat dua
pendorong belajar bagi profesional independen yaitu :
Kebutuhan belajar yang diidentifikasi sendiri - belajar yang didasarkan
pada kebutuhan sendiri seperti untuk karir pribadinya
Kebutuhan belajar yang diidentifikasi oleh orang lain - belajar untuk
memenuhi kualifikasi formal berkaitan dengan pekerjaan tertentu
Dalam melakukan pembelajaran
profesional SDM mengelola belajarnya melalui beberapa pendekatan yang umumnya
bersifat informal yaitu :
Belajar dengan dan dari profesional lain melalui pekerjaan spesifik
tertentu.
Belajar melalui observasi dari pekerjaan profesional lain
Belajar dengan dan dari profesional lain melalui jejaring kerja
Belajar melalui kegiatan
menghasilkan pengetahuan eksplisit
Belajar melalui proyek atau kegiatan yang tidak berhubungan dengan
pekerjaan
Belajar melalui refleksi kritis
Dimensi motivasi dalam belajar memegang peran penting karena hal itu dapat
menjadi pendorong untuk belajar, sementara caranya belajar akan ditentukan oleh
pilihan yang dirasa paling tepat sesuai dengan keinginan SDM itu sendiri.
Pentingnya Manajemen Pedidikan
Orientasi studi manajemen pendidikan
masih cenderung melihat sesuatu yang tampak di mata (tangible), kurang
memperhatikan sesuatu yang tidak kelihatan (intangible) seperti nilai, tradisi
dan norma yang menjadi budaya organisasi, dan ada di dalam sebuah organisasi.
Beberapa tahun terakhir orangbanyak beranggapan bahwa strategi, struktur, dan
sistem adaah fokus dan faktor yang menjadi pendorong kusuksesan organisasi.
Namun menurut Ouchi (1983) dan Key (1999) menyatakan bahwa kesuksesan
organisasi justru terletak pada budaya organisasi yang meliputi nilai, tradisi,
norma, yang direkat oleh kepercayaan, keakraban dan tanggung jawab yang
menentukan kesuksesan organisasi.Sedangkan menurut Basri (2004) menyatakan
bahwa budaya organisasi dapat dijadikan sebagai kekuatan organisasi apabila
budaya organisasi tersebut dikelola dengan baik.
Untuk dapat mengelola budaya
organisasi diperlukan pimpinan yang transformatif, memahami filosofi organisasi,
mampu merumuskan visi, misi organisasi, dan menerapkannya melalui proses
perencanaan organisasi.Dalam tulisan ini akan diulas secara ringkas manajemen
pendidikan dilihat dari perspektif nilai dan budaya organisasi, walaupun banyak
hal yang bisa dilihat dari sudut padang berbeda. Pendekatan nilai dan budaya
organisasi ini cenderung lebih mempengaruhi dalam pengambilan keputusan.
Organisasi lembaga pendidikan adalah
suatu organisasi yang unik dan kompleks karena lembaga pendidikan tersebut
merupakan suatu lembaga penyelenggara pendidikan. Tujuannya antara lain adalah
menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyaraat yang memiliki kemampuan
akademik dan/atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan, memperkya
khanazah ilmu pengetahuan, teknologi, kesenian, serta mengupayakan
penggunaannya untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan memperkaya
kebudayaan nasional.
Demikian komleksnya organisasi tersebut, maka dalam memberikan layanan
pendidikan kepada siswa khususnya dan masyarakat pada umumnya organisasi perlu
dikelola dengan baik. Oleh sebab itu lembaga pendidikan perlu menyadari adanya
pergeseran dinamika internal (perkembangan dan perubahan peran) dan tuntutan
eksternal yang semakin berkembang.
Menurut
Jacques (1952) yang dikutip Hasri (2004), budaya organisasi didefinisikan
sebagai berikut:“the culture of the factory is its customary and traditional
way of thinking and doing of things, which shared to a greater or lesser degree
by all its member, and which new members must learn, and at least partially
accept, in order to be accepted into service in the firm” Sedangkan menurut
Manan (1989) ada tujuh karakteristik budaya dasar yang bersifat universal
yaitu: Kebudayaan itu dipelajari bukan bersifat instingtif- Kebudayaan itu
ditanamkan Kebudayaan itu bersifat gagasan (idetional0, kebiasaan-kebiasaan
kelompok yang dikonsepsikan atau diungkapkan sebagai norma-norma ideal atau
pola perilaku- Kebudayaan itu sampai pada suatu tingkat meuaskan individu,
memuaskan kebutuhan biologis dan kebutuhan ikutan liannya Kebudayaan itu
bersifat integratif. Selalu ada tekanan ke arah konsistensi dalam setiap
kebudayaan Kebudayaan itu dapat menyesuaikan diri.
Schein (1985) memberi definisi bahwa
budaya organisasi adalah pola asumsi dasar yang telah ditemukan suatu kelompok,
ditentukan, dan dikembangkan melalui proses belajar untuk menghadapi persoalan
penyesuaian (adaptasi) kelompok eksternal dan integrasi kelompok
internal.Pendapat lain tentang budaya organisasi menyatakan bahwa budaya
organisasi mengacu pada suatu sistem pemaknaan bersama yang dianut oleh anggota
organisasi dalam bentuk nilai, tradisi, keyakinan (belief), norma, dan cara
berpikir unik yang membedakan organisasi itu dari organisasi lainnya (Ouchi,
1981).
Berdasarkan berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa budaya
organisasi di lembaga pendidikan adalah pemaknaan bersama seluruh anggota
organisasi di suatu lembaga pendidikan yang berkaitan dengan nilai, keyakinan,
tradisi dan cara berpikir unik yang dianutnya dan tampak dalam perilaku mereka,
sehingga membedakan antara lembaga pendidikan dengan lembaga pendidikan
lainnya.