Posted by : M ULUL AZMI UMAM Tuesday 12 November 2013



1.      Pengertian Manajemen Pengetahuan

Pengetahuan (knowledge) adalah kebiasaan, keahlian/kepakaran, keterampilan, pemahaman, atau pengertian yang diperoleh dari pengalaman, latihan atau melalui proses belajar. Istilah ini sering kali rancu dengan Ilmu Pengetahuan (science). Ilmu Pengetahuan adalah ilmu yang teratur (sistematik) yang dapat diuji atau dibuktikan kebenarannya; sedangkan pengetahuan belum tentu dapat diterapkan, karena pengetahuan sebuah organisasi sangat terkait dengan nilai, budaya, dan kondisi dari organisasi tersebut.
Manajemen Pengetahuan, menurut Davenport merupakan perpaduan yang cair dari pengalaman, nilai, informasi kontekstual, dan kepakaran yang memberikan kerangka berfikir untuk menilai dan memadukan pengalaman dan informasi baru. Ini berarti bahwa pengetahuan berbeda dari informasi, informasi jadi pengetahuan bila terjadi proses-proses seperti pembandingan, konsekwensi, penghubungan, dan perbincangan.
Pengetahuan telah menjadi aset bisnis utama didorong oleh perubahan-perubahan dalam bidang teknologi dan dalam bisnis global. Perubahan ini telah menjadikan orientasi manajemen SDM yang menitik beratkan pada tangible asset bergeser pada perhatian yang lebih menitik beratkan pada intangible asset. Hal ini juga berarti bahwa comparative advantage yang berbasis Sumberdaya Alam dalam bisnis bergeser pada competitive advantage yang berbasis kualitas SDM, dan dalam konteks inilah pengetahuan menjadi aset yang sangat penting dalam pengelolaan manajemen SDM. untuk lebih jelas makalahnya silakan anda baca di bawah ini.
Pentingnya Learning Organization telah lama menjadi konsern para akhli organisasi, terutama semenjak terbitnya buku karya Peter Senge “The Fifth Discipline” pada tahun 1990, disamping itu organisasi-organisasi baik organisasi bisnis maupun non bisnis juga telah mencoba mengembangkan konsep tersebut dalam upaya menjadikan organisasi mereka kompetitif, dan dalam konteks itulah manajemen pengetahuan menjadi amat penting, karena dengan pengelolaan yang tepat dapat menjadi suatu kekuatan kompetitif yang tangguh yang diperlukan sekali dalam perkembangan global dewasa ini. Berikut ini akan dikemukakan makna manajemen pengetahuan dengan menggunakan rujukan utama buku yang ditulis oleh Christina Evans berjudul Managing for Knowledge, HR’s Strategic Role.
Alvin Toffler membagi sejarah peradaban manusia dalam tiga gelombang yaitu era pertanian, era industri dan era informasi. Dalam era pertanian faktor yang menonjol adalah Muscle (otot) karena pada saat itu produktivitas ditentukan oleh otot. Dalam era industri, faktor yang menonjol adalah Machine (mesin), dan pada era informasi faktor yang menonjol adalah Mind (pikiran, pengetahuan). Pengetahuan sebagai modal mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam menentukan kemajuan suatu organisasi. Dalam lingkungan yang sangat cepat berubah, pengetahuan akan mengalami keusangan oleh sebab itu perlu terus menerus diperbarui melalui proses belajar.

Pengetahuan, menurut Davenport merupakan perpaduan yang cair dari pengalaman, nilai, informasi kontekstual, dan kepakaran yang memberikan kerangka berfikir untuk menilai dan memadukan pengalaman dan informasi baru. Ini berarti bahwa pengetahuan berbeda dari informasi, informasi jadi pengetahuan bila terjadi proses-proses seperti pembandingan, konsekwensi, penghubungan, dan perbincangan. Pengetahuan dapat dibagi ke dalam empat jenis yaitu
1.      Pengetahuan tentang sesuatu;
2.      Pengetahuan tentang mengerjakan sesuatu,;
3.      Pengetahuan menjadi diri sendiri; dan
4.      Pengetahuan tentang cara bekerja dengan orang lain.

Sedang tingkatan pengetahuan dapat dibagi tiga yaitu :
1.      Mengetahui bagaimana melaksanakan;
2.       Mengetahuai bagaimana memperbaiki; dan
3.      Mengetahui bagaimana mengintegrasikan.

            Meskipun diakui bahwa teknologi berperan penting dalam mengelola pengetahuan, namun hal itu bukanlah suatu solusi total. Menurut Rob Van der Spek dan Jan Kingma (1999) strategi organisasi dalam mengelola pengetahuan hendaknya mencakup/memperhatikan dua bidang yaitu :
Eksploitasi dan aplikasi pengetahuan yang ada,
Menciptakan pengetahuan baru, termasuk membangun kapabilitas menciptakan pengetahuan baru yang lebih cepat dibanding masa lalu. Oleh karena itu penggunaan teknologi bukanlah segalanya, penggunaan teknologi perlu dilakukan secara hati-hati dan bijaksana.
 Dalam konteks tersebut penggunaan teknologi harus diarahkan pada upaya untuk menghubungkan orang-orang dalam organisasi agar kinerja organisasi makin efektif, untuk itu pilihan teknologi harus mengacu pada kepentingan tersebut.

 Dengan demikian dapatlah difahami bahwa upaya membangun pendidikan pada setiap negara menjadi perhatian penting dengan kapabilitasnya masing-masing, yang jelas pendidikan diyakini sebagai upaya yang strategis dalam menghadapi ketatnya persaingan di era global. Pada dasarnya Pendidikan merupakan investasi dalam modal manusia (human Capital), dan modal manusia bisa dibentuk dan ditingkatkan kualitasnya melalui pendidikan, tanpa pendidikan adalah tidak mungkin modal manusia dapat berkembang.
Menurut Jac Fitz-enz (2000: xiii) dalam dunia bisnis Human capital merupakan kombinasi faktor-faktor berikut :
1.      The traits one brings to the job : intelligence, energy, a generally positive attitude, reliability, commitment.
2.      One’s ability to learn : aptitude, imagination, creativity, and what is often called “street smart”, savvy (or how to get things done)
3.      One’s motivation toshare information and knowledge team spirit and goal orientation

 Kutipan di atas menunjukan bahwa human capital merupakan kombinasi faktor-faktor yang sangat diperlukan dalam kehidupan social ekonomi masyarakat, sehingga apabila seseorang mempunyai faktor-faktor tersebut maka peranannya akan terus meningkat, dan inipun akan punya dampak ekonomi baik bagi individu maupun masyarakat, apalagi dalam konteks ekonomi yang berbasis pengetahuan.
Sementara itu menurut Mark L. Leengnick Hall (2003:45-46) yang mengutip beberapa pengertian, human capital diartikan sebagai berikut :

1.      Human capital is “the knowledge, skills, and capabilities of individual that have economic value to an organization (Bohlander, Snell, & Sherman, 2001)
2.      Human capital is “the collective value of an organization’s know-how. Human capital refers to the value, usually not reflected in accounting system, which results from the investment an organization must make to recreate the knowledge in its employees (Cortada & Woods, 1999)
3.      Human capital is ”all individual capabilities, the knowledge, skills, and experience of the company’s employees and managers” (Edvinsson & Malone, 1997)

 Dari tiga pengertian di atas nampak sekali adanya kesamaan esensi yang menunjukan bahwa modal manusia itu merupakan sesuatu yang melekat dalam diri individu, dan hal inipun tidak berbeda dengan pengertian yang dikemukakan oleh Jac Fitz-entz. Disamping itu hal yang cukup menonjol dari definisi di atas adalah dimensi ekonomi yang menjadi acuan kebermanfaatannya.
 Dengan memahami dua konsep tersebut yaitu pendidikan dan human capital dapatlah difahami bahwa kemampuan-kemampuan yang ada pada manusia (human capital) pada dasarnya adalah merupakan hasil dari suatu proses pendidikan, pendidikan merupakan upaya untuk membentuk human capital yang berkualitas, dengan human capital yang berkualitas maka kehidupan ekonomi akan makin meningkat yang berarti ekonomi akan tumbuh dan berkembang sehingga pembangunan ekonomi dapat semakin cepat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat.


2.       Mengelola Manajemen Pengetahuan

            Kehidupan di jaman informasi dimana pengetahuan dipandang sebagai aset bisnis strategis memerlukan upaya pengelolaan pengetahuan agar dapat mendorong bagi perkembangan bisnis. Aset pengetahuan mencakup :
1.      Aset structural
2.      Merek
3.      Hubungan dengan pelanggan
4.      Hak paten
5.      Produk
6.      Proses operasi
7.      Aset manusia yang mencakup
8.      Pengalaman pegawai
9.      Keterampilan pegawai
10.   Hubungan personal

            Pengetahuan telah menjadi aset bisnis utama didorong oleh perubahan-perubahan dalam bidang teknologi dan dalam bisnis global. Perubahan ini telah menjadikan orientasi manajemen SDM yang menitik beratkan pada tangible asset bergeser pada perhatian yang lebih menitik beratkan pada intangible asset. Hal ini juga berarti bahwa comparative advantage yang berbasis Sumberdaya Alam dalam bisnis bergeser pada competitive advantage yang berbasis kualitas SDM, dan dalam konteks inilah pengetahuan menjadi aset yang sangat penting dalam pengelolaan/manajemen SDM.

 Dengan pemahaman pengetahuan seperti itu, maka manajemen pengetahuan dapat didefinisikan sebagai berikut : “proses menterjemahkan pelajaran yang dipelajari, yang ada dalam diri/pikiran seseorang menjadi informasi yang dapat digunakan setiap orang”. Dalam konteks ini profesional SDM memandang manajemen pengetahuan sebagai menjamin penngetahuan yang diperoleh dikembangkan bersama dengan orang lain dalam organisasi. Dengan demikian, pengetahuan yang dimiliki organisasi secara penuh tersedia melalui penyediaan lingkungan yang tepat, budaya, struktur dan proses guna memotivasi dan mendorong sharing pengetahuan pada setiap tingkat dalam organisasi. Jadi thema utama dari manajemden pengetahuan adalah sebagai berikut :
1.      Pembelajaran
2.      Pengembangan/sharing
3.      Penempatan orang di tempat yang tepat dan waktu yang tepat
4.      Pembuatan keputusan yang efektif
5.      Kreativitas
6.      Membuat pekerjaan jadi lebih mudah
7.      Mendorong tumbuhnya bisnis baru dan nilai bisnis

            Adapun tahapan perkembangan manajemen pengetahuan dalam organisasi adalah sebagai berikut :
1.      Knowledge-chaotic (tak sadar konsep, tak ada proses informasi, dan tak ada sharing informasi)
2.      Knowledge-aware (sadar akan kebutuhan manajemen pengetahuan, adabeberapa proses manajemen pengetahuan, ada teknologi, ada isu tentang sharing informasi)
3.      Knowledge-enabled (memanfaatkan manajemen pengetahuan, mengadopsi standar, isu-isu berkaitan dengan budaya dan teknologi)
4.      Knowledge-managed (kerangka kerja yang terintegrasi, merealisasikan manfaat, isu-isu pada tahap sebelumnya teratasi)
5.      Knowledge-centric (manajemen pengetahuan merupakan bagian dari misi, nilai pengetahuan diakui dalam kapitalisasi pasar, manajemen pengetahuan terintegrasi dalam budaya)

 Bagi organisasi yang ingin menerapkan manajemen pengetahuan dalam organisasinya perlu menyadari pertama, bahwa pengetahuan ada pada orang dan bukan pada sistem, meskipun sistem punya data dan informasi yang dapat membantu proses pengetahuan. Kedua, penciptaan pengetahuan merupakan proses sosial, tercipta melalui interaksi antara individu-individu dalam kehidupan sehari-hari mereka.

Perubahan Peran SDM dari Operasional ke Strategik

Untuk menjadikan manajemen pengetahuan menjadi bagian dari organisasi, diperlukan pergeseran peran dari manajemen dengan orientasi SDM yang operasional/tradisional menjadi orientasi SDM yang strategis. Adapun perbedaan antara yang tradisional (manajemen personalia) dengan Manajemen SDM adalah sebagai berikut :
1.      Karakteristik perang manajemen personel/tradisional
2.      Reaktif
3.      Advokasi pegawai
4.      Unit kerja/task force
5.      Fokus pada isu operasional
6.      Isu kualitatif
7.      Stabilitas
8.      Solusi taktis
9.       Integritas fungsi
10.  Orang sebagai beban/biaya

Karakteristik perang manajemen Sumberdaya Manusia (SDM):
1.      Proaktif
2.      Parner bisnis
3.       Fokus pada tugas dan pemberdayaan
4.      Fokus pada isu strategis
5.       Isu kuantitatif
6.       Perubahan konstan
7.      Solusi startegis
8.       Multi fungsi
9.      Orang sebagai aset

            Dalam mengimplementasi Manajemen pengetahuan, diperlukan SDM yang tidak hanya kompeten, tapi juga dapat menunjukan/mendemonstrasikan sikap sebaga i:
1.      Mentransformasikan pengetahuan ke dalam tindaka
2.      Membuat pilihan berdasar informasi tentang bagaimana berinvestasi dalam praktek SDM untuk menjamin hasil bisnis
3.      Berhubungan dengan rekan profesi SDM dan manajer garis dengan penuh keyakinan bahwa dia punya sesuatu yang bernilai untuk ditawarkan
4.      Menunjukan keyakinan, kepastian, pengambilan resiko, dan berorientasi tindakan

3.      Membangun Budaya yang Berpusat pada Pengetahuan

 Organisasi perlu terus mengembangkan manajemen pengetahuan sampai dapat mencapai tahapan terakhir yaitu knowledge-centric organization. Dalam kondisi ini organisasi mampu menciptakan pengetahuan (knowledge-creating organization) yang mempunyai prinsip-prinsip (Charles Leadbeater) sebagai berikut :
1.      Cellular - punya struktur organisasi yang adaptif tidak kaku
2.      Self-managing - individu dan tim mengelola diri untuk membukan inovasi dan kreativitas.
3.      Entrepreneurial - kewirausahaan yang mendorong pada kemampuan individu dalam memanfaatkan peluang bagi pertumbuhan dan perubahan
4.       Equitable membership and reward - mengembangkan sistem reward yang adil yang dapat menumbuhkan rasa keanggotaan
5.      Deep knowledge reservoirs - punya kapabilitas dengan fokus pada keakhlian spesialist ketimbang generalis
6.      The holostic company - memanfaatkan aset pengetahuan yang berada di luar struktur organisasinya
7.      Collaborative leadership - berorientasi pada kerjasama untuk mengarahkan, menginformasikan nilai dan mendorong memberdayakan yang lain dalam mengelola bisnis

 Uraian di atas pada dasarnya menggambarkan tentang komponen-komponen kunci dari budaya yang berpusat pada pengetahuan, dimana di dalamnya mesti ada nilai-nilai yang jelas, prilaku pengetahuan, tempat kerja yang menumbuhkan energi, mendorong kreativitas untuk terus berkembang, serta mendukung kerjasama dan mengakui dan menghargai perbedaan. Dan semua ini bisa nyambung dalam kepemimpinan fasilitatif (fasilitative leadership) yang mampu mendorong, memampukan, dan mendukung penciptaan dan sharing pengetahuan dalam organisasi.

 Sampai dengan tahun 1980-an, organisasi dikelola dengan menggunakan prinsip manajemen ilmiah dari Taylor, dimana struktur organisasi bersifat kaku dan sangat mempertahankan jalur komando, manajer bekerja untuk mengontrol bawahan agar bekerja dengan benar dan tepat waktu sesuai yang direncanakan, pimpinan puncak sangat berkuasa dan pemisahan antara atasan dan bawahan sangat tegas. Kondisi ini jelas tidak dapat dipertahankan dalam organisasi dewasa ini yang menuntut fleksibilitas dan kemampuan merespon perubahan dengan cepat. Untuk itu diperlukan perubahan dalam mengelola organisasi agar manajemen pengetahuan dapat berjalan dengan efektif.

 Dalam organisasi yang berbasis pengetahuan, fleksibilitas merupakan hal yang penting, untuk dapat merespon dengan cepat perubahan yang terus menerus terjadi, oleh karena itu organisasi perlu memberi otonomi agar dapat mendorong lahirnya inovasi. Organisasi yang demikian menurut Bhrami (1996) memerlukan karakteristik sebagai berikut :
1.      Multiple centers (banyak pusat)
2.      Diverse structure (struktur yang beragam)
3.      Multiple alliance (aliansi jamak
4.       Cosmopolitant mindsets (pola fikir kosmopolitan)
5.       Emphasis on flexibility (menekankan fleksibilitas)
  
            Pada saat pengetahuan menjadi asit binis utama, maka diperlukan adanya pegawai yang khusus menangani masalah ini, Chief Knowledge Officers (CKO) yang bertugas mengembangkan hubungan dengan infrastruktur, proses, dan budaya dari managemen pengetahuan dalam organisasi, dengan rincian tanggungjawab sebagai berikut :
a.       Mengidentifikasi dan memprioritaskan perubahan yang perlu dibuat untuk mendorong/meningkatkan informasi dan pengetahuan organisasi
b.      Melaksanakan proses, infrastruktur dan prosedur organisasi guna memampukan terbangunnya dan digunakannya secara efektif basis pengetahuan perusahaan.
c.       Mendorong/memberdayakan seluruh staf berpartisipasi dalam membangun, menggunakan dan melindungi basis pengetahuan organisasi
d.      Mengidentifikasi dan mengintegrasikan pelayanan lain yang mendukung bagi sistem managemen pengetahuan organisasi.

 Karena dalam manajemen pengetahuan sangat diperlukan kecepatan dalammengakses informasi, maka diperlukan juga pegawai yang khusus menangani masalah informasi ini.

 Dalam organisasi yang berpusat pada pengetahuan, setiap individu dalam organisasi perlu terus belajar dan sharing pengetahuan tersebut dengan individu lain dalam organisasi, karena semua lapisan dalam organisasi mempunyai peran penting dalam mengembangkan basis pengetahuan organisasi. Hal itu perlu disadari mengingat banyak pemimpin bisnis yang percaya bahwa dalam era persaingan ekonomi global, mereka perlu punya kemampuan mengkapitalisasi atas dasar skala ekonomi, sumberdaya dan bakat yang tersedia dalam perusahaan sekaligus mengembangkan organisasi yangbersifat fleksibel dan otonom. Satu hal yang penting dalam upaya tersebut adalah menjamin bahwa setiap orang dalam organisasi memainkan perannya dalam mengembangkan, sharing, dan menggunakan pengetahuan.

Peran SDM dalam membangun budaya yang berpusat pada pengetahuan

 Sumberdaya manusia memegang peranan penting dalam membangun budaya yeng berpusat pada pengetahuan (knowledge-centric culture), dalam hubungan ini yang pelu diperankan oleh SDM untuk menambah nilai adalah sebagai berikut (Linda Holbeche) :
1.      Fokus pada pembentukan struktur yang tepat
2.      Mengembangkan kepemimpinan fasilitatif
3.      Membangun infrastruktut teknologi informasi
4.      Membina hubungan dengan pemasok.

 Bidang lain yang dapat memberi pengaruh besar adalah memampukan budaya pengetahuan, serta dapat menjadi katalis perubahan budaya, disamping itu SDM hendaknya membenatu membangun infrastruktur yang dapat diterapkan dan memerlukan ketrampilan, ini dapat dilakukan dalam konteks perlu adanya struktur dan desain organisasi, karir dan struktur karir, manajemen kinerja, mengembangkan fokus belajar bagi organisasi, dan perencanaan suksesi.

            Dengan demikian SDM mempunyai peran penting dalam mendorong perkembangan organisasi menuju organisasi yang berpusat pada pengetahuan, melalui pembentukan budaya organisasi yang mendukung pembangunan dan sharing pengetahuan. Secara spesifik SDM dapat menambah nilai dengan mengambangkan program kesadaran akan pengetahuan, baik sebagai aktivitas terpisah atau dengan mengintegrasikannya dengan program pengembangan organisasi yang ada, dalam hubungan ini perlu dikomunikasikan tentang bagaimana organisasi membangun kapabilitas manajemen pengetahuannya, menjamin kepemimpinan yang tepat dan menerima dukungan pengembangan, dan juga hal-hal yang berkaitan dengan dukungan untuk membangun budaya yang mendorong pembelajaran terus menerus.


Meninjau kembali belajar dalam Ekonomi pengetahuan

            Dalam era ekonomi global dewasa ini tak ada satupun kepastian, karena kepastian itu adalah perubahan, tanpa kemampuan untuk belajar terus menerus, maka SDM akan selalu ketinggalan, dalam kondisi yang demikian, program pelatihan pegawai menurut Reg Revans (1998) tidak dapat mengembangkan pegawai dalam lingkungan yang berubah sangat cepat, oleh karena itu diperlukan juga program pengembangan bukan hanya pelatihan, pengembangan berbeda dengan pelatihan, pengembangan mencakup :
1.      Motivasi diri dan pemikiran orang tentang dirinya
2.      Pendekatannya lebih holistik, dengan memperhatikan seluruh/segala situasi
3.       Melihat kebutuhan jangka panjang
4.      Tak ada jawaban benar ataupun salah.

 Sementara pelatihan mencakup :
1.      Lebih spesifik dan berhubungan dengan kebutuhan belajar sekarang
2.      Menghasilkan perluasan akan kemampuan yang ada
3.      Dilakukan untuk anda dan kepada anda (kurang terarah pada yang dilatih)

            Oleh karena itu dalam pengembangan SDM diperlukan pendekatan yang integral yang berfokus pada praktek serta mencari pengungkit untuk mendukung belajar. Dalam hal ini diperlukan pembelajaran dalam praktek kehidupan sehari-hari, dan untuk mendorong pembelajaran tersebut ada beberapa pendekatan yang bisa dilakukan yaitu :
1.      Pertemuan tim
2.      Pertemuan dan perbincangan informa
3.      Kerja tim lintas sektoral
4.      Melalui siklus manajemen proyek
5.      Komunitas pelaksana
6.      Mengikuti kegiatan di ruang fisik yang didalamnya terjadi belajar
7.      Memfasilitasi belajar melalui pemikiran informal dan ruang pembelajara
8.      Membangun lingkungan belajar untuk memfasilitasi eksperimen dan bermain
9.      Membangun budaya mentoring

 Untuk mendapat kesuksesan dalam bisnis perusahaan menyadari akan perlunya organisasi yang responsif dan fleksibel namun tetap dapat berkelanjutan, dan hal ini jelas memerlukan perubahan budaya. Dalam hal ini ada lima hal penting yang strategis untuk perubahan yaitu :
1.      Modal pemikiran - kemampuan menerapkan ide secara bebas dalam perusahaan
2.      Mindset - kemampuan menangani hal rumit, dan dapat bertindak dalam ketidakpastian
3.      Diversity - pendekatan dilakukan dengan bervariasi dengan perspektif yang bervariasi pula
4.      Budaya mentoring - kualitas kemembantuan dalam hubungan antar orang dalam perusahaan
5.      Akuntabilitas bersama - punya penekanan yang tepat pada pengawasan seraya memberi kebebasan orang bereksperimen dalam mengembangkan dengan berkonsultasi pada fihak lain

            Dalam hal belajar, perusahaan, organisasi perlu juga belajar dari fihak/organisasi/perusahaan lain misalnya melalui benchmarking, atau belajar langsung dari spesialis organisasi lain.

 Semua itu pada dasarnya merupakan upaya untuk menjadikan organisasi dapat belajar untuk kepentingan pengembangan organisasi usahanya, memang upaya pencarian dalam menciptakan ruang belajar baru makin meningkat, demikian juga upaya memaksimumkan kesempatan belajar dalam praktek kehidupan sehari-hari. Semua itu merupakan langkah penting dalam mengembangkan manajemen pengetahuan dalam manajemen SDM, dan hal tersebut akan membantu membangun dan mengembangkannya melalui kesiapan untuk terjadinya perubahan budaya, yakni budaya yang berpusat pada pengetahuan.

F. Memahami motivasi belajar diantara pekerja pengetahuan

            Penjelasan sebelumnya lebih menekankan pada aspek organisasi dari belajar, belajar juga mempunyai dimensi personal yang berkaitan dengan motivasi. Terdapat dua pendorong belajar bagi profesional independen yaitu :
Kebutuhan belajar yang diidentifikasi sendiri - belajar yang didasarkan pada kebutuhan sendiri seperti untuk karir pribadinya
Kebutuhan belajar yang diidentifikasi oleh orang lain - belajar untuk memenuhi kualifikasi formal berkaitan dengan pekerjaan tertentu

 Dalam melakukan pembelajaran profesional SDM mengelola belajarnya melalui beberapa pendekatan yang umumnya bersifat informal yaitu :
Belajar dengan dan dari profesional lain melalui pekerjaan spesifik tertentu.
Belajar melalui observasi dari pekerjaan profesional lain
Belajar dengan dan dari profesional lain melalui jejaring kerja
 Belajar melalui kegiatan menghasilkan pengetahuan eksplisit
Belajar melalui proyek atau kegiatan yang tidak berhubungan dengan pekerjaan
Belajar melalui refleksi kritis

Dimensi motivasi dalam belajar memegang peran penting karena hal itu dapat menjadi pendorong untuk belajar, sementara caranya belajar akan ditentukan oleh pilihan yang dirasa paling tepat sesuai dengan keinginan SDM itu sendiri.


Pentingnya Manajemen Pedidikan

 Orientasi studi manajemen pendidikan masih cenderung melihat sesuatu yang tampak di mata (tangible), kurang memperhatikan sesuatu yang tidak kelihatan (intangible) seperti nilai, tradisi dan norma yang menjadi budaya organisasi, dan ada di dalam sebuah organisasi. Beberapa tahun terakhir orangbanyak beranggapan bahwa strategi, struktur, dan sistem adaah fokus dan faktor yang menjadi pendorong kusuksesan organisasi. Namun menurut Ouchi (1983) dan Key (1999) menyatakan bahwa kesuksesan organisasi justru terletak pada budaya organisasi yang meliputi nilai, tradisi, norma, yang direkat oleh kepercayaan, keakraban dan tanggung jawab yang menentukan kesuksesan organisasi.Sedangkan menurut Basri (2004) menyatakan bahwa budaya organisasi dapat dijadikan sebagai kekuatan organisasi apabila budaya organisasi tersebut dikelola dengan baik.

 Untuk dapat mengelola budaya organisasi diperlukan pimpinan yang transformatif, memahami filosofi organisasi, mampu merumuskan visi, misi organisasi, dan menerapkannya melalui proses perencanaan organisasi.Dalam tulisan ini akan diulas secara ringkas manajemen pendidikan dilihat dari perspektif nilai dan budaya organisasi, walaupun banyak hal yang bisa dilihat dari sudut padang berbeda. Pendekatan nilai dan budaya organisasi ini cenderung lebih mempengaruhi dalam pengambilan keputusan.

 Organisasi lembaga pendidikan adalah suatu organisasi yang unik dan kompleks karena lembaga pendidikan tersebut merupakan suatu lembaga penyelenggara pendidikan. Tujuannya antara lain adalah menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyaraat yang memiliki kemampuan akademik dan/atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan, memperkya khanazah ilmu pengetahuan, teknologi, kesenian, serta mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional.
Demikian komleksnya organisasi tersebut, maka dalam memberikan layanan pendidikan kepada siswa khususnya dan masyarakat pada umumnya organisasi perlu dikelola dengan baik. Oleh sebab itu lembaga pendidikan perlu menyadari adanya pergeseran dinamika internal (perkembangan dan perubahan peran) dan tuntutan eksternal yang semakin berkembang.

            Menurut Jacques (1952) yang dikutip Hasri (2004), budaya organisasi didefinisikan sebagai berikut:“the culture of the factory is its customary and traditional way of thinking and doing of things, which shared to a greater or lesser degree by all its member, and which new members must learn, and at least partially accept, in order to be accepted into service in the firm” Sedangkan menurut Manan (1989) ada tujuh karakteristik budaya dasar yang bersifat universal yaitu: Kebudayaan itu dipelajari bukan bersifat instingtif- Kebudayaan itu ditanamkan Kebudayaan itu bersifat gagasan (idetional0, kebiasaan-kebiasaan kelompok yang dikonsepsikan atau diungkapkan sebagai norma-norma ideal atau pola perilaku- Kebudayaan itu sampai pada suatu tingkat meuaskan individu, memuaskan kebutuhan biologis dan kebutuhan ikutan liannya Kebudayaan itu bersifat integratif. Selalu ada tekanan ke arah konsistensi dalam setiap kebudayaan Kebudayaan itu dapat menyesuaikan diri.

 Schein (1985) memberi definisi bahwa budaya organisasi adalah pola asumsi dasar yang telah ditemukan suatu kelompok, ditentukan, dan dikembangkan melalui proses belajar untuk menghadapi persoalan penyesuaian (adaptasi) kelompok eksternal dan integrasi kelompok internal.Pendapat lain tentang budaya organisasi menyatakan bahwa budaya organisasi mengacu pada suatu sistem pemaknaan bersama yang dianut oleh anggota organisasi dalam bentuk nilai, tradisi, keyakinan (belief), norma, dan cara berpikir unik yang membedakan organisasi itu dari organisasi lainnya (Ouchi, 1981).
Berdasarkan berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi di lembaga pendidikan adalah pemaknaan bersama seluruh anggota organisasi di suatu lembaga pendidikan yang berkaitan dengan nilai, keyakinan, tradisi dan cara berpikir unik yang dianutnya dan tampak dalam perilaku mereka, sehingga membedakan antara lembaga pendidikan dengan lembaga pendidikan lainnya.

Leave a Reply

Best wishes !!
Thank you for your visit.!!

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

CARI DISINI

myAds1

Popular Post

Blogger templates

cbox

close

Blogroll

Comments
Comments
Blogger Widgets

bunnga

ARTIKEL

Arsip Blog

Blogger templates

CARI DI SINI

Blog Archive

Powered by Blogger.

About

Blogroll

- Copyright © umam bakry -Robotic Notes- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -